BPN Tidak Hadir, Pengukuran Tanah Oleh Pengadilan Saat Eksekusi Diragukan

PEKANBARU, GRESRIAU - Seorang warga menyampaikan bahwa dalam proses pengukuran lahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah pihak yang berwenang menentukan batas lahan, Rabu (26/2).
Dilapangan, sebut warga, tidak ada pihak pengadilan yang melakukan pengukuran lahan."Tugas pengadilan adalah melaksanakan eksekusi apabila sudah ada titik koordinat yang ditetapkan oleh BPN setempat," ujarnya pada Tabloid Diksi, Rabu (26/2).
Eksekusi terhadap objek perkara pada Rabu, 26 Februari 2025, pukul 09.00 WIB seharusnya pihak Pengadilan Negeri Pekanbaru melakukannya didasarkan pada hasil pengukuran resmi dari BPN.
"Aneh, pihak BPN tidak hadir saat eksekusi berlangsung," tambah warga.
Warga yang telah menguasai fisik lahan selama puluhan tahun serta rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mempertanyakan proses eksekusi tersebut.
Mereka juga menduga adanya keterlibatan oknum pejabat dari Pengadilan Negeri, BPN, serta perangkat pemerintahan setempat, termasuk camat, lurah, RT 04, dan RW 08 Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai. Warga menilai bahwa tindakan mereka menunjukkan ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas publik.
Sebagai warga negara, mereka menyoroti sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam peraturan yang berlaku:
"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan sebaik-baiknya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa, dan bangsa."
Salah satu warga lainnya yang merasa dirugikan menegaskan bahwa mereka menolak eksekusi lahan sebelum ada kepastian titik koordinat yang sah dari BPN.
Menurut warga, sebelum eksekusi dilakukan, juru sita pengadilan disebut telah mengirimkan surat kepada BPN pada 14 Februari 2025 untuk menghadiri proses verifikasi sertifikat tanah. Namun, warga mempertanyakan mengapa BPN tidak hadir dalam proses tersebut dan mengapa pengukuran yang dilakukan oleh pengadilan tetap dilegalkan oleh pihak RW.
"Diluar nalar dan aneh, putusan Mahkamah Agung sudah ada, tetapi objek perkara baru ditentukan," kata salah seorang warga.
Warga menilai bahwa keadilan dalam kasus ini tidak berpihak kepada masyarakat kecil. Mereka mencurigai legalitas dokumen yang dimiliki oleh pihak tergugat dan menduga adanya praktik mafia tanah dalam kasus ini.
"Kami meminta Presiden, Menteri ATR/BPN, Komisi III DPR RI, dan Komisi II DPR RI untuk menindaklanjuti masalah ini. Sebagai masyarakat kecil, kami hanya ingin keadilan ditegakkan," ujarnya.
Warga pun mempertanyakan, "Apakah keadilan hanya milik mereka yang berkuasa?".