https://gresriau.com


Copyright © gresriau.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Heboh Gratifikasi ! Kades Akui Di Depan Hakim PN Terima Bayaran Pengurusan Surat Tanah, Mana APH ?

Heboh Gratifikasi ! Kades Akui Di Depan Hakim PN Terima Bayaran Pengurusan Surat Tanah, Mana APH ?

KAMPAR [RIAU] - Kepala Desa (Kades) Kuntu Darussalam Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Riau mengakui bahwa dirinya telah menerima bayaran dari warga untuk pengurusan surat tanah.

Pengakuannya dilontarkan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bangkinang saat menghadiri sidang sebagai saksi, tentu ini membuat heboh masyarakat dan memunculkan pertanyaan, (23/01/2025).

Menurut informasi, Kades Maldanis telah menerima bayaran dengan nilai rupiah dari warga untuk setiap pengurusan surat tanah di Desa Kuntu Darussalam Kampar Kiri.

Pengakuan Kades ini membuat masyarakat bertanya-tanya pengakuan Kepala Desa Kuntu Darussalam di PN Bangkinang, "Mana APH ? Mengapa tidak ada tindakan dari APH terhadap Kades yang telah menerima bayaran ?" tanya salah satu warga.

Pihak Pemerintah Kecamatan Kampar Kiri sebagai juru ukur tentu mengetahui akan perihal tersebut, apakah disini ada kegiatan illegal yang telah terkoordinir dalam pengurusan surat tanah yang dikutip beban biaya dari warga yang mengurus surat tanah ?.

Masyarakat diharapkan dapat membantu informasi lebih lengkap dalam memberikan informasi yang akurat dan relevan. "Kami berharap masyarakat dapat membantu kami dalam menyelidiki pengakuan Kades Kuntu Darussalam di PN ini. Kami akan melakukan yang terbaik untuk memastikan keadilan dan transparansi," kata salah satu warga menanggapi informasi yang tengah heboh atas pengakuan Maldanis sebagai saksi.

Kasus ini menjadi perhatian publik terkait dengan integritas dan transparansi dalam pengurusan surat tanah. Masyarakat berharap bahwa kasus ini dapat menjadi peringatan bagi pejabat yang berusaha melakukan penyalahgunaan wewenang.

Warga yang enggan menyebutkan namanya ini menuturkan, "itu Gratifikasi, Pungutan Biaya Surat Tanah, Diduga Ada Keterlibatan Pihak Kecamatan juga."

Muncul adanya dugaan gratifikasi dan pungutan biaya surat tanah di Pemerintahan Desa di Kecamatan Kampar Kiri setelah pengakuan yang dilontarkan oleh Maldanis sebagai saksi disalah satu persidangan di PN Bangkinang pada Tanggal 23 Januari 2025. "pungutan biaya yang tidak resmi untuk pengurusan surat tanah diduga memiliki keterlibatan dengan pihak kecamatan. Pungutan biaya ini berkisar jutaan rupiah untuk setiap pengurusan surat tanah." Ungkap warga yang pernah mengurus surat tanah.

Kasus ini menjadi perhatian publik terkait dengan integritas dan transparansi dalam pengurusan surat tanah. Masyarakat berharap bahwa kasus ini dapat menjadi peringatan bagi pejabat yang berusaha melakukan penyalahgunaan wewenang.

Aturan tentang larangan gratifikasi dan pungutan biaya surat tanah tertuang dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : Pasal 12 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi : Pasal 12 ayat (1) huruf b juga menyatakan bahwa gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

Kemudian Peraturan Pemerintah di No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri : Pasal 3 ayat (1) huruf f menyatakan bahwa pegawai negeri dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun.

PP No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Publik : Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa pelayanan publik harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan tanpa pungutan biaya yang tidak resmi.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 74 Tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Tanah : Pasal 13 ayat (1) menyatakan bahwa penerbitan surat tanah tidak boleh dikenakan biaya yang tidak resmi. Dan tertuang pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 18 Tahun 2020 tentang Penerbitan Sertifikat Tanah : Pasal 15 ayat (1) menyatakan bahwa penerbitan sertifikat tanah tidak boleh dikenakan biaya yang tidak resmi.

Adapun Sanksi Administratif terhadap Pegawai negeri yang menerima gratifikasi atau melakukan pungutan biaya yang tidak resmi dapat dikenakan sanksi administratif, seperti pemecatan atau penurunan pangkat.

Lebih lanjut Sanksi Pidananya bagi Pegawai negeri yang menerima gratifikasi atau melakukan pungutan biaya yang tidak resmi dapat dikenakan sanksi pidana, seperti penjara atau denda.

Untuk Sanksi Perdata kepada Pegawai negeri yang menerima gratifikasi atau melakukan pungutan biaya yang tidak resmi dapat dikenakan sanksi perdata, seperti ganti rugi atau pengembalian uang.

Demikian diterangkan oleh Bidnen SH menanggapi pemberitaan yang tengah heboh atas pengakuan oknum Kepala Desa Kuntu Darussalam Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar. "Kita minta ini tidak menjadi keterbiasaan, maka harapan dari keterangan saksi dengan diakuinya oleh Kepala Desa itu, APH tanggap, sebab itu pengakuan diatas hukum negara dalam pengadilan negeri Bangkinang."

 

 

Sumber :

https://labalabanews.com/dugaan-gratifikasi-dan-keterangan-palsu-warnai-sidang-perambahan-hutan/