https://gresriau.com


Copyright © gresriau.com
All Right Reserved.
By : Aditya

Teriakan Histeris di PN Pekanbaru "Hakim Tak Adil, Adik Saya Dijebak!"

Teriakan Histeris di PN Pekanbaru "Hakim Tak Adil, Adik Saya Dijebak!"

Istimewah

PEKANBARU, GRESRIAU - Pengadilan Negeri kelas IA pekanbaru yang semula tenang mendadak heboh, seorang wanita paruh baya berteriak histeris kepada petugas kejaksaan, teriakan yang lantang dan memilukan terdengar jelas mengatakan Hakim di Pengadilan Negeri Pekanbaru tidak Adil. 

Diketahui wanita separuh baya itu adalah kakak kandung dari terdakwa Johan Efendi yang terjerat kasus narkotika bersama pelaku utama Fahri Hardian, kakak kandung Johan Efendi berteriak marah, kesal dan bercampur sedih mendengar adik kandungnya di jatuhi hukuman selama 9 tahun 3 bulan, hukuman yang sama juga diberikan oleh majelis hakim PN Pekanbaru kepada pelaku utama dalam kasus ini Fahri Hardian, untuk diketahui Fahri alias Ari kaka adalah seorang pecatan polisi . 

Kakak kandung Johan Efendi, Upik histeris dan teriak "adik saya tidak salah, hakim dipengadilan ini tidak hadir, seraya di tenangkan oleh seorang oknum aparat yang lagi bertugas dalam pengamanan pengadilan, ia juga sebutkan vonis 9 tahun buat adik saya tidak adil, ia tidak tau apa apa  si Ari ( Fahri Hardian) yang bawa sabu 1 kg itu ke rumah, saksi banyak, kenapa yang bawa sabu kerumah hukuman nya sama dengan adik saya, adik saya di jebak oleh polisi dan si Ari,, mana hakim mana jaksa aku mau bicara, pengadilan itu harus adil, apa karena saya tidak kasih uang, maka adik saya hukuman nya smaa dengan si Ari yang bawa sabu itu, ujar Upik

Memang benar saya tidak bisa "ngurus" Adik saya ( Johan Efendi)  karena kami tidak punya uang, si Ari yang punya uang, dia janji akan bantu adik saya lewat pengacara, si Ari ( Fahri Hardian) juga sampaikan , ia melalui keluarga nya telah berikan uang sebanyak 300 juta ke Pengacara  (LBH Nusantara Sepakat) untuk sebagai uang meringankan hukuman, tapi lihatlah saat ini, hukuman si Ari (Fahri) sama dengan hukuman Johan Efendi, seharusnya Jaksa penuntut umum dan majelis hakim melihat fakta dan keterangan yang di sampaikan para saksi saksi yang mengatakan Johan Efendi tidak tau apa apa soal kasus ini, tapi Jaksa dan Hakim buta hati tidak menegakkan hukum yang adil dan secara benar"., imbuh Upik

"Satu hal lagi oknum pengacara dari LBH Nusantara Sepakat M Zainuddin sesaat sebelum sidang online berlangsung tiba tiba blokir nomor saya disaat saya menanyakan terkait kasus Johan Efendi, ada apa sbenarnya, ungkap Upik seraya menangis 

Untuk diketahui terdakwa Fahri Hardian menerima putusan hakim yang menjatuhkan hukuman kepada nya selama 9 tahun subsider 3 bulan, sedangkan terdakwa Johan Efendi menyatakan banding dan menolak putusan hakim PN Pekanbaru, disebabkan Johan merasa di zolimi oleh dakwaan Jaksa serta Vonis Hakim yang tidak mau melihat kebenaran dan diduga kesampingkan fakta dipersidangan, kasus ini sudah pernah diterbitkan pada tanggal 27 November, dan 5 Desember 2024  https://mataxpost.com/oknum-anggota-resnarkoba-polda-riau-diduga-telah-melanggar-hukum-dan-hak-asasi-manusia-terhadap-warga-pekanbaru-atas-penangkapan-dengan-metode-entrapment/

https://mataxpost.com/rakyat-kecil-menangis-dizolimi-oknum-polisi-jaksa-kesampingkan-fakta-sidang-hak-asasi-manusia-dan-hukum-negara-diabaikan/

Awak media yang berada di lapangan dan juga sedang meliput jalan nya persidangan , dan meliput persidangan kasus Johan Efendi yang Viral ini, datang bebrapa petugas dari kejaksaan mencoba menghalangi awak media pada saat merekam video dan mengambil foto di ruangan sel tunggu para tahanan.  

Yang paling "norak" menghalangi awak media saat menjalankan tugas jurnalis ada seorang wanita berpakaian coklat yang di ketahui adalah oknum kejaksaan berinisial Mora, oknum Jaksa Mora dan dua orang laki laki yang juga oknum kejaksaan yang bertugas menjaga tahanan dalam sel PN berupaya menghalangi jurnalis saat meliput di ruangan  tersebut. 

Oknum Jaksa Mora tersebut mengatakan harus minta permisi dulu, kalo mau ambil foto atau vidio ,harus beretika ,awak media yang sedang meliput sidang yang dilakukan diruang terbuka depan sel itu hanya berdiri dari luar pagar pembatas , sempat ada adu argumen bicara soal etika dan awak media juga sudah buka identitas nya bahwa dia wartawan,

"saya wartawan buk, dan saya berdiri diluar pagar batas dengan pengunjung, saya mau meliput kasus yang saat ini disidangkan secara online di depan saya saat ini, tolong jangan dihalangi, karena sidang yang sedang berlangsung itu tidak di ruang sidang sebagai mana lazimnya terdakwa disidangkan, ini ruang sel tahanan yang lagi antri menunggu panggilan sidang, kok sidang nya di sini, dan kenapa harus online? sembari balik bertanya. 

Oknum Jaksa yang bertugas tersebut tidak menjawab dan sedikit mengalah, setelah tahu berdebat dengan wartawan, tapi tak berhenti sampai disitu tak bersahabat nya cara para petugas kejaksaan yang sedang berhadapan dengan jurnalis, masih ada seorang Jaksa laki laki yang ngotot memeriksa KTA awak media, setelah diberikan KTA untuk diperiksa barulah para petugas dari Lembaga penegak hukum ini terdiam dan menghilang satu persatu, karena KTA tersebut tertulis pimpinan Redaksi Mataxpos.com

Terdengar adu argumen yang cukup alot karena oknum Jaksa yang sedang berusaha melarang ambil gambar dan para pengunjung juga banyak yg melihat, JPU Tengku Harli Mulyati sambil memegang sebuah handphone merasa terusik dan mengarahkan kedua terdakwa masuk kedalam sel tahanan Tipikor dan melanjutkan sidang online kasus narkotika disel sempit tersebut.


Karena jauhnya sidang dari jangkauan, awak media juga tidak diizinkan masuk ke ruangan sel saat sidang online berlangsung , diduga Jaksa Penuntut Umum sengaja menutupi informasi, dan otomatis segala informasi yang diperlukan untuk pemberitaan kasus narkotika dengan terdakwa I Fahri Hardian, Terdakwa II Johan Efendi, tidak mendapatkan informasi yang jelas siapa hakim dan mejelis sidang online tersebut, oknum oknum Jaksa seperti ini seperti nya tidak menghargai profesi jurnalis  dan mencoba menutupi informasi yang dibutuhkan oleh jurnalis untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Sesaat setelah kehebohan di ruang tunggu pengunjung, Jaksa Penuntut Umum Tengku Harley Mulyati menghilang seperti menghindari wartawan yang ingin minta konfirmasi soal hasil sidang tersebut. 

Menghalangi wartawan dalam meliput tugasnya adalah pelanggaran hukum yang dapat diancam pidana penjara hingga 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).

Bersambung...