Polisi di Riau Biarkan Tambang Batubara Ilegal di Inhil Beraktivitas, Pemiliknya Mantan Kades Polisi Tak Berani Tangkap Pelaku

Kombespol Nasriadi Dirkrimsus Polda Riau (Foto Tambang Batubara di Inhil)
PEKANBARU, GRESRIAU.COM - Polisi di Riau tak berani melakukan penindakan praktek ilegal di Kelurahan Slensen, Kabupaten Inhil, Riau.
Praktek ini terdiri dari eksplorasi tambang batubara, split, tanah urug diwilayah yang berbatasan dengan Taman nasional bukit tigapuluh. Kegiatan ini diketahui telah berjalan sejak tiga tahun terakhir hingga saat ini.
Aktivitas itu masih berlangsung, ditemukan sejumlah alat berat hingga beberapa kendaraan dilokasi penambangan. Ditreskrimsus Polda Riau belum melalukan pengamanan dan menangkap para pelaku. Padahal lokasi ini berdekatan dengan wilayah hukum Polres Inhil.
Beberapa hari berturut-turut Gresriau.com menghubungi dan mengkonfirmasi melalui panggilan seluler dan pesan Whatsaap milik Ditreskrimsus Polda Riau Nasriadi di 08136746**** terkait penindakan tambang ilegal ini.
Dinilai mandul. Konfirmasi dan pertanyaan yang dicecar tak dijawab oleh Kombespol Nasriadi.
Polisi belum memberi alasan secara pasti kenapa belum menangkap para pelaku. Namun menurut YD yang berperan sebagai pengelola dilokasi itu, saat ditemui di Pekanbaru belum lama ini, dalam perbincangannya kepada Gresriau.com dirinya mengatakan tambang itu diduga adanya keterlibatan oknum aparat.
YD juga bercerita aktivitas itu berada diatas 30 hektar yang dikelola mantan Kades di Slensen.
Berdasarkan balasan surat resmi yang diterima Gresriau.com, DMPTSP Provinsi Riau menyatakan tak pernah mengeluarkan izin di wilayah itu.
Terkait kejahatan lingkungan ini, Nasriadi sama sekali tak menanggapi temuan masyarakat yang sudah datang melapor.
Nasriadi tak bertaji diduga alergi terhadap wartawan. Bahkan dirinya sengaja mengabaikan hingga memblokir beberapa nomor wartawan yang datang bertanya terkait aktivitas itu.
Awak media melakukan konfirmasi dan mencecar berbagai pertanyaan. Bagaimana tindakan polisi dalam menegakkan hukum di wilayah itu. Polisi berbunga tiga ini tak menjawab.
Nasriadi tak berani menjawab kenapa beliau tak kunjung menangkap pelaku usaha tambang batubara milik mantan kades ini. Diduga ada unsur kesengajaan melakukan pembiaran dalam aktivitas itu.
Selanjutnya media juga mencecar pertanyaan apakah ada keterlibatan kepentingan oknum aparat dilokasi itu dan mengapa hingga kini polisi tak juga menindak pelaku. Polisi Nasriadi bungkam.
Mengutip referensi dari beberapa pemberitaan, Nasriadi katanya dikenal memiliki segudang prestasi sejak dirinya menjabat Ditreskrimsus di Polda Sulawesi, Kepri, dan Riau.
"Ini amanah yang luar biasa diberikan kepada saya, dan ke depan saya tetap menunjukan prestasi-prestasi yang luar biasa untuk Polri,” jelasnya, mengutip Tribun Manado Jumat (8/12/2023) lalu.
Diberitakan sebelumnya, tambang-tambang ilegal terus beraksi mengeruk bumi di Selensen, Kecamatan Kemuning, Inhil. Eksploitasi tambang Batubara, Split, dan Tanah Urug sudah berlangsung beberapa tahun terakhir hingga saat ini.
Instansi yang membidangi hal itu belum menunjukkan upaya penanganan terkait keberadaan pertambangan itu.
Belum lama ini aktivis lapisan masyarakat di Kota Pekanbaru melaporkan pertambangan itu ke Polda Riau bulan Februari lalu. Namun hingga memasuki bulan ke empat pelaporan, belum juga menunjukkan adanya upaya kepolisian di Riau dalam menegakkan hukum.
Menurut narasumber terpercaya yang dirangkum Gresriau.com, eksploitasi itu katanya, sedikitnya dapat menghasilkan 3.000-4.000 ton Batubara dalam satu bulan khusus Batubara saja. Setiap hari nya beberapa tronton antri memasuki gerbang penambang. Mereka bekerja dari pagi, sore hari, bahkan hingga malam. Hasil alam ini diangkut dengan Dump Truck Tronton roda 10 melintasi jalan lintas Selensen.
Spekulasi juga bermunculan usai pemberitaan sebelumnya timbul ditengah publik. Beberapa pihak yang terlibat menemui Beritariau.com. Mereka juga mengatakan, hasil Batubara itu disuplai ke salah satu perusahaan kertas terbesar di Riau.
Sementara untuk batu Split disuplai ke Perusahaan-perusahaan kelapa sawit, ke perusahaan yang membutuhkan untuk perbaikan jalan.
Secara sepintas lokasi ini berdekatan dengan kawasan hutan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Informasi yang berhasil terkonfirmasi dari Tata Usaha Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) membenarkan lokasi itu memang mendekati Kawasan TNBT tempat terakhir flora dan fauna yang akan terancam punah.
Keberadaan wilayah penambangan ini mencapai sekitar 30 Ha sedang di perluas 50 Ha.
"Lokasi itu berada di hutan produksi terbatas (HPT) yang dapat dikonversi. 1,8 km dari TNBT," Kata Lukman belum lama ini.
Narasumber terpercaya menambahkan, pemilik tambang tersebut bernama HN (inisial). HN disebut-sebut orang yang berpengaruh dan memiliki keluarga yang berpengaruh di wilayah pemerintahan Indragiri Hilir, Riau.
HN seakan mendapat perlakuan istimewa ditengah oknum penegak hukum di Riau. Bahkan penambangan ini disebut-sebut melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan.
Pelapor, aktivis di Riau Gerakan Sungguh Suara Sejati (G3S) meminta kegiatan itu agar ditindak tegas. Sebab, penambangan itu tidak memberikan kontribusi ke negara, melainkan ke kantong oknum yang terlibat.
Hal itu sebagai bukti lemahnya pengawasan internal di kepolisian dan pengawasan di Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kegiatan itu diduga tidak memiliki izin dan berada di kawasan, yang tentunya melanggar pasal 158 UU RI nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba dan Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Cipta Kerja 38 ayat 1.
"Kami meminta agar Polda Riau transparan menyikapi laporan pengaduan masyarakat, supaya nama baik kapolda tidak buruk dipandang masyarakat," pungkas Ketum G3S, Rinto Silaban. (*)