Opini Oleh Angga Minanda
Semangat Bela Negara Hadapi Pandemi COVID-19
Opini - Hampir 90% negara-negara di dunia terkena Covid-19 (Coronavirus COVID-19 Global Cases by John Hopkins CSSE), dimana dituliskan bahwa sebanyak 168 dari 193 negara (yang diakui United Nations/Persatuan Bangsa-Bangsa) mengonfirmasi terjangkit virus corona.
Jumlah ini kemungkinan akan bertambah dengan seiring waktu karena seluruh negara masih berupaya untuk mencari antivirusnya. Seluruh negara sedang kewalahan dalam menghadapi penyebaran Covid-19, tak terkecuali bagi negara adi daya seperti Amerika Serikat dan China.
Kedua negara adi daya ini mengalami goncangan psikologi dengan jatuhnya korban jiwa dan kondisi ekonomi yang menurun. Virus Covid-19 dalam istilah kedokteran disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV).
Dikutip dari Center for Disease Control and Prevention, cdcdotgov, Covid-19 merupakan jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan, yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, China.
Dikarenakan warga Wuhan tidak peduli terhadap menyebarnya Covid-19 dan otoritas setempat yang tidak membuka informasi kepada publik maka virus ini dengan massive menjangkiti warga. Sehingga pihak otoritas setempat memberlakukan kebijakan lockdown pada tanggal 23 Januari hingga 8 April mendatang.
Indonesia mulai menghadapi Covid-19.
Kasus pertama Covid-19 di Indonesia adalah seorang WNI yang berinteraksi dengan rekannya -seorang warga negara Jepang- yang kemudian didiagnosa positif terjangkiti Covid-19. Kasus pertama ini muncul pada tanggal 2 Maret 2020 dan langsung diinformasikan oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto di RSPI Sulianti Saroso.
Setelah itu kasus penyebaran Covid-19 terus berkembang. Hingga tanggal 25 Maret 2020 di Indonesia tercatat terkonfirmasi positif Covid-19 mencapai 790 orang dan korban meninggal dunia sebanyak 58 jiwa.
Sekitar 24 provinsi telah terpapar virus Covid-19 ini dan sebagian besar ada pada provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.
Tiga provinsi yang secara geografis berdekatan dan memiliki interaksi yang cukup intens pada hari-hari biasanya sehingga dikenal dengan sebutan Jabodetabek (Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi).
Selaku pemegang kekuasan eksekutif di negeri ini, Presiden Joko Widodo menggunakan otoritasnya untuk menghadapi penyebaran Covid-19 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 pada tanggal 13 Maret 2019.
Gugus tugas ini segera bekerja dengan segala sumber daya yang dimilikinya dan menjadi harapan seluruh rakyat Indonesia dalam menghadapi penyebaran Covid-19.
ahkan kemudian gugus tugas ini diharapkan terbentuk hingga ke RT dan RW agar program dan kebijakan yang ditetapkan di pusat dapat diimplementasikan ke daerah.
Memang sebaiknya demikian karena permasalahan menghadapi penyebaran Covid-19 ini tidak hanya di daerah sekitar Jakarta dan pulau Jawa saja melainkan sudah menjadi bencana nasional, bahkan WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) telah menetapkan Covid-19 sebagai sebuah pandemi.
Lockdown sebuah solusi?
Beberapa negara yang terkena dampak parah dari kasus Covid-19 telah memberlakukan kebijakan lockdown (parsial maupun total) guna menurunkan penularan virus ini. Sebut saja Inggris, Italia, China, Malaysia, Belgia, Belanda, Argentina dan sebagainya. Lockdown –menurut kamus Bahasa Inggris- berarti kuncian.
Dalam konteks ini dapat pula kita artikan sebagai usaha untuk mengunci penyebaran Covid-19 agar tidak menular kepada warga lain. Kebijakan lockdown ini adalah sebuah kebijakan dalam keadaan darurat dan dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki otoritas tinggi dalam sebuah negara.
Dengan kata lain tidak bisa sembarangan dalam menetapkannya.
Terdapat beberapa kekhawatiran apabila kebijakan lockdown ini diterapkan di Indonesia. Negeri ini dihadapkan pada ancaman kesehatan nasional dan goncangan ekonomi yang signifikan. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pemerintah sebagai otoritas yang berwenang masih mengkaji kemungkinan dan kebijakan lain selain melakukan lockdown.
Upaya pemerintah.
Status keadaan darurat wabah Covid-19 di Indonesia terhitung 91 hari sejak tanggal 29 Februari 2020 hingga 29 Mei 2020 yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala BNPB No. 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.
Hal ini kemudian memunculkan sederet kebijakan, edaran dan himbauan dari pemerintah baik di pusat maupun daerah. Dalam hal informasi, kita juga terbantu dengan banyaknya infografis (informasi dalam bentuk gambar) yang dibuat oleh pemerintah (berbagai instansi) dan lembaga-lembaga non-pemerintah.
Informasi terkait penanggulangan dan penyebaran Covid-19 ini tersebar luas diberbagai media sosial, namun sayangnya diikuti pula oleh banyak informasi yang tidak valid (hoax).
Melalui UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana maka BNPB memiliki sejumlah kemudahan akses strategis, seperti pengerahan SDM dan komando untuk memerintah lembaga negara. BNPB telah mengupayakan secara baik dan terarah mengenai istilah-istilah dalam penanggulangan penyebaran Covid-19.
Dalam beberapa minggu terakhir, kita dibiasakan dengan istilah social distancing (pembatasan sosial), lockdown, rapid test, swab test, hazmat, PDP, OPD, APD dan lain sebagainya.
Istilah-istilah ini patut untuk diketahui khalayak ramai karena saat ini perhatian masyarakat untuk permasalahan Covid-19 tergolong kurang, padahal di media massa -baik cetak maupun elektronik- dan media sosial informasi tentang ini sudah sedemikian ramainya.
Semangat bela negara dari rumah.
Salah satu himbauan pemerintah yang patut mendapat perhatian serius seluruh rakyat Indonesia adalah social distancing (pembatasan sosial). Himbauan ini diserukan langsung oleh Presiden Joko Widodo, "Saatnya kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, ibadah di rumah".
Himbauan social distancing menuntut adanya kesadaran warga untuk menjaga jarak dalam kerumunan, seperti menjaga jarak dari orang lain minimal 1 meter, tidak bepergian ke area publik (mall, bioskop, stadion, sekolah, tempat ibadah, gedung pemerintahan, dan lain-lain), mengenakan masker, tidak bersentuhan dan sebagainya. Himbauan social distancing ini kemudian menghasilkan kebijakan belajar dari rumah (siswa dan mahasiswa), sholat wajib di rumah, bekerja dari rumah, penundaan pembayaran kredit untuk 1 tahun, hingga membatalkan UN 2020.
Negara benar-benar serius dalam hal ini namun sayangnya berbanding terbalik dengan komitmen rakyat Indonesia.
Rakyat kita tidak serius menanggapinya padahal sendi-sendi negara bisa kolaps apabila permasalahan ini terus berlanjut. Dari permasalahan ini seharusnya muncul semangat bela negara karena dengan adanya rasa cinta pada bangsa dan negara maka dapat menumbuhkan perasaan rela berkorban, taat pada aturan (himbauan), berfikir jangka panjang, mengutamakan kepentingan umum dan eksistensi negara.
Mulai dari pemerintah pusat hingga daerah, organisasi keagamaan tingkat pusat maupun daerah, dan organisasi non-pemerintah lainnya telah memberikan himbauan agar masyarakat melakukan social distancing demi meminimalisir penyebaran Covid-19 ini.
Virus Covid-19 terus menebar ketakukan, sementara obatnya hingga saat ini belum ditemukan. Hal ini sangat mengkhawatirkan sehingga menimbulkan kepanikan yang berlebihan dan dapat menurunkan imunitas tubuh.
Oleh karenanya sudah sepatutnya setiap kita harus bahu membahu dalam mentaati pemerintah dan pemuka agama; menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan keluarga; menjadi inisiator kepatuhan dalam ber-social distancing; menumbuhkan semangat sense of belonging; menjadi teladan dan influencer dalam masyarakat; tidak menjadi panic-buyer; tidak menimbun alat kesehatan dan kebutuhan pokok; serta tindakan-tindakan bela negara lainnya yang dapat menjaga keberlangsungan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai.
Ditulis pada 25 Maret 2020 oleh Alumni Hubungan Internasional FISIP Unri dan Pemerhati Sosial:
Nama : Angga Minanda, S.IP
Email : anggaminanda1986@gmail.com
No. HP : 081275242XXX