Banjir di Bukit Karak Kampar Kiri ?, Oknum ASN DLHK Riau Diduga Main Tanah dan Langgar Hukum

Kampar Kiri, Riau - Persimpangan Jalan Lubuk Agung - Kuntu, tepatnya di Bukit Karak Rakit Gadang Desa Lipat Kain Utara Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, menjadi langganan banjir ketika musim hujan tiba. Berdasarkan investigasi wartawan pada 12 April 2025, banjir tersebut diduga disebabkan oleh penimbunan areal resapan air oleh oknum pemilik lahan bernama Alwamen, S.Hut, M.Si.
Alwamen diketahui merupakan ASN/PNS aktif di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau dan pernah menjabat sebagai Plt. Kepala Dinas LHK. Areal resapan air tersebut ditimbun dengan mengupas lahan bukit karak yang berada di kawasan HPL (Hak Pengelolaan Lahan) menggunakan alat berat.
Warga sekitar menyatakan bahwa penimbunan areal resapan air tersebut menyebabkan banjir di persimpangan jalan tersebut.
Disisi lain, warga juga membeberkan bahwa Alwamen kini yang menguasai lahan tersebut dan telah ditanami kelapa sawit namun seperti tidak terawat. "Mungkin hanya saja mau mengambil tanah tebing bukit karak ini, dengan dalih mendatarkan. Namun sebelumnya terlihat pengupasan tanah bukit itu dengan alat berat, diperjual belikan tanah yang dikupas tersebut," kata warga.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang kesadaran dan tanggung jawab oknum ASN dalam mengelola lahan dan lingkungan hidup. Masyarakat berharap agar pihak berwenang melakukan investigasi dan mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang bertanggung jawab atas penimbunan areal resapan air tersebut.
Dalam perkembangan terbaru, Agus Gazali, putra Kampar Kiri, datang menemui tim wartawan dan menuturkan bahwa lahan yang dikuasai Alwamen tersebut merupakan lahan yang turun temurun dimiliki oleh pihaknya. Namun, Alwamen berani mengklaim lahan tersebut tanpa bisa menunjukkan alas hak atas kepemilikan lahan tersebut.
Peraturan dan perundang-undangan yang dilanggar dari informasi tersebut antara lain:
1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang : Pasal 65 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup dan/atau mengganggu fungsi ruang.
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup : Pasal 69 ayat (1) huruf h menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah : Pasal 52 ayat (1) menyebutkan bahwa pemegang hak atas tanah wajib menggunakan tanah sesuai dengan fungsinya dan tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak tanah.
4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria : Pasal 6 menyebutkan bahwa hak atas tanah harus digunakan sesuai dengan fungsinya dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan hukum.
5. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Prinsip Restorative Justice dalam Penanganan Perkara Lingkungan Hidup : Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa prinsip restorative justice diterapkan dalam penanganan perkara lingkungan hidup untuk mencegah dan memulihkan kerusakan lingkungan hidup.
Dengan demikian ditanggapi Advokat Dedi Osri SH dan rekan beserta tim lembaga media group yang berkantor di Jalan Soebrantas Raya, Suka Maju Kelurahan Lipat Kain Kecamatan Kampar Kiri, menegaskan, "oknum ASN DLHK Riau tersebut diduga telah melanggar beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, termasuk yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup, penatagunaan tanah, dan hak atas tanah."
Hingga berita ini terbit pada 16 April, upaya menghubungi Alwamen, S.Hut, M.Si melalui nomor 0811760xxx tidak berhasil.